Kamis, 05 Januari 2012

KOMUNIKASI MATEMATIKA


Matematika sebagai alat bagi ilmu yang lain sudah cukup dikenal dan sudah tidak diragukan lagi. Matematika bukan hanya sekedar alat bagi ilmu, tetapi lebih dari itu matematika adalah bahasa. Sejalan dengan itu Jujun S. Suriasumantri (2007:190) mengatakan, matematika merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya, tanpa itu matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Hal senada juga disampaikan oleh Evawati Alisah (2007: 23) matematika adalah sebuah bahasa, ini artinya matematika merupakan sebuah cara mengungkapkan atau menerangkan dengan cara tertentu. Dalam hal ini yang dipakai oleh bahasa matematika ialah dengan menggunakan simbol-simbol.
Matematika merupakan bahasa, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berfikir, alat untuk menemukan pola, tetapi matematika juga sebagai wahana komunikasi antar siswa dan komunikasi antara guru dengan siswa. Komunikasi dalam matematika dan pembelajaran matematika menjadi sesuatu yang diperlukan seperti yang diungkapkan oleh Lindquist (1996), jika kita sepakat bahwa matematika itu merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasan terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dan mengajar, belajar, dan mengassess matematika.
Komunikasi merupakan bagian yang sangat penting pada matematika dan pendidikan matematika. Komunikasi merupakan cara berbagi ide dan memperjelas pemahaman. Melalui komunikasi ide dapat dicerminkan, diperbaiki, didiskusikan, dan dikembangkan. Proses komunikasi juga membantu membangun makna dan mempermanenkan ide dan proses komunikasi juga dapat mempublikasikan ide. Ketika para siswa ditantang pikiran dan kemampuan berfikir mereka tentang matematika dan mengkomunikasikan hasil pikiran mereka secara lisan atau dalam bentuk tulisan, mereka sedang belajar menjelaskan dan menyakinkan. Mendengarkan penjelasan siswa yang lain, memberi siswa kesempatan untuk mengembangkan pemahaman mereka (NCTM: 2000:60).
Sudrajat (2001) mengatakan ketika seorang siswa memperoleh informasi berupa konsep matematika yang diberikan guru maupun yang diperoleh dan bacaan, maka saat itu terjadi transformasi informasi matematika dan sumber kepada siswa tersebut. Siswa akan memberikan respon berdasarkan interpretasinya terhadap informasi itu. Masalah yang sering timbul adalah respon yang diberikan siswa atas informasi yang diterirnanya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini mungkin terjadi karena karakteristik dan matematika yang sarat dengan istilah dan simbol, sehingga tidak jarang ada siswa yang mampu menyelesaikan soal matematika dengan baik, tetapi tidak mengerti apa yang sedang dikerjakannya.
Pada bagian lain Cai, Lane, dan Jakabcsin (Helmaheri, 2004: 12) mengatakan adalah mengejutkan bagi siswa ketika mereka diminta untuk memberikan pertimbangan atau penjelasan atas jawabannya dalam belajar matematika. Hal ini terjadi sebagai akibat dan sangat jarangnya para siswa dituntut untuk menyediakan penjelasan dalam pelajaran matematika, sehingga sangat asing bagi mereka untuk berbicara tentang matematika.
Untuk mengurangi terjadinya hal seperti ini, siswa perlu dibiasakan mengkomunikasikan secara lisan maupun tulisan idenya kepada orang lain sesuai dengan penafsirannya sendiri. Sehingga orang lain dapat menilai dan memberikan tanggapan atas penafsirannya itu. Melalui kegiatan seperti ini siswa akan mendapatkan pengertian yang lebih bermakna baginya tentang apa yang sedang ia lakukan. Ini berarti guru perlu mendorong kemampuan siswa dalam berkomunikasi pada setiap pembelajaran. Pugalee (2001) mengatakan bahwa siswa perlu dibiasakan dalam pembelajaran untuk memberikan argumen atas setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi lebih bermakna baginya.
Pendapat tentang pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika juga diusulkan NCTM (2000: 63) yang menyatakan bahwa program pembelajaran matematika sekolah harus memberi kesempatan kepada siswa untuk:
a. Menyusun dan mengaitkan mathematical thinking mereka melalui komunikasi.
b. Mengkomunikasikan mathematical thinking mereka secara logis dan jelas kepada teman-temannya, guru, dan orang lain.
c. Menganalisis dan menilai mathematical thinking dan strategi yang dipakai orang lain.
d. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara benar.
Menurut Utari Sumarmo (Gusni Satriawati, 2003: 110), kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk berkomunikasi dalam bentuk:
a. Merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika.
b. Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar.
c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.
d. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.
e. Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.
f. Membuat konjektur, menyusun argumen, merurnuskan definisi, dan generalisasi.
g. Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.
Selain itu menurut Greenes dan Schulman (1996: 159) komunikasi matematik adalah: kemampuan (1) menyatakan ide matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskannya secara visual dalam tipe yang berbeda, (2) memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual, (3) mengkonstruk, menafsirkan dan menghubungkan bermacam-macam representasi ide dan hubungannya. Selanjutnya menurut Sullivan & Mousley (Bansu Irianto Ansari, 2003: 17), komunikasi matematik bukan hanya sekedar menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih luas lagi yaitu kemampuan siswa dalam hal bercakap, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan, kiarifikasi, bekerja sama (sharing), menulis, dan akhirnya melaporkar apa yang telah dipelajani.
Menurut NCTM (2000: 194) kemampuan komunikasi untuk kelas 3-5 seharusnya meliputi berbagi pemikiran, menanyakan pertanyaan, menjelaskan pertanyaan dan membenarkan ide-ide. Komunikasi harus terintegrasi dengan baik pada lingkungan kelas. Siswa harus didorong untuk menyatakan dan menuliskan dugaan, pertanyaan dan solusi.
Bansu Irianto Ansari (2003) menelaah kemampuan Komunikasi matematika dari dua aspek yaitu komunikasi lisan (talking) dan komunikasi tulisan (writing). Komunikasi lisan diungkap melaui intensitas keterlibatan siswa dalam kelompok kecil selama berlangsungnya proses pembelajaran. Sementara yang dimaksud dengan komunikasi matematika tulisan (writing) adalah kemampuan dan keterampilan siswa menggunakan kosa kata (vocabulary), notasi dan struktur matematika untuk menyatakan hubungan dan gagasan serta memahaminya dalam memecahkan masalah. Kemampuan ini diungkap melalui repsentasi matematika. Repsentasi matematika siswa diklasifikasikan dalam tiga kategori: (a) pemunculan model konseptual, seperti gambar, diagram,tabel dan grafik (aspek drawing); (b) membentuk model matematika (aspek mathematical expression); dan (c) argumentasi verbal yang didasari pada analisis terhadap gambar dan konsep-konsep formal (aspek written texts).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar