PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Abstrak
Pandangan bahwa
siswa membangun pengetahuan sendiri berdasar pengalaman dikenal dengan istilah
konstruktivisme. Intinya siswa secara aktif membangun pengetahuan dan maknanya
dari pengalaman-pengalaman mereka sendiri baik secara individu maupun sosial.
Konsruktivisme merupakan salah satu
alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan oleh para guru
matematika dalam mengembangkan kemampuan siswa berpikir, bernalar, komunikasi,
dan pemecahan masalah baik dalam pembelajaran maupun dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam makalah ini selain tujuan
dari pendekatan konstruktivis, juga dibahas mengenai kondisi objektif di
lapangan, kendala-kendala yang mungkin timbul, serta kesukaran-kesukaran yang
di hadapi guru dalam menggunakan pendekatan ini. Dan diberikan satu contoh RPP
serta LKS pada materi perkalian dua
matriks yang menggunakan pendekatan konstruktivisme.
Kata Kunci:
Pendekatan, Konstruktivisme, Pembelajaran.
PENDAHULUAN.
Di era globalisasi saat ini, arus informasi mengalir deras seolah
tanpa hambatan, menghantarkan ke suasana kehidupan semakin rumit (complicated), cepat berubah dan sulit
diprediksi (unpredictable). Kondisi
ini membawa persaingan yang sangat ketat untuk mendapatkan kehidupan yang
layak. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, pembelajaran di sekolah harus didesain
sedemikian rupa sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menumbuh
kembangkan kemampuan mereka secara maksimum..
Matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang diajarkan di sekolah
memiliki peranan penting karena matematika merupakan mata pelajaran yang
membekali peserta didik dengan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis,
dan kreatif, sebagaimana yang terdapat di dalam kurikulum KTSP mata pelajaran
matematika (dalam Depdiknas, 2006), yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut
1.
Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
2.
Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3.
Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh.
4.
Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5.
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Dalam
upaya pencapaian tujuan tersebut, seorang guru
dituntut keprofesionalannya untuk menyiapkan dan mengolah proses pembelajaran
yang berfokus pada kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Oleh karena itu, guru harus mampu
mendesain pembelajaran matematika dengan metode atau pendekatan yang mampu
membelajarkan siswa, menjadikan siswa sebagai subjek, bukan lagi sebagai objek
belajar. Sehingga efek dari pembelajaran matematika tersebut akan menjadikan
siswa memiliki kemampuan penalaran, komunikasi, koneksi, dan mampu memecahkan
masalah.
Konsruktivisme merupakan salah satu alternatif pendekatan
pembelajaran yang dapat digunakan oleh para guru matematika dalam mengembangkan
kemampuan siswa berpikir, bernalar, komunikasi, dan pemecahan masalah baik
dalam pelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Von Glasserfeld
(dalam Suparno, 1997) diperlukan beberapa kemampuan berikut :
a.
Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman,
b. Kemampuan membandingkan, mengambil keputusan
(justifikasi) mengenai persamaan dan
perbedaan,
c.
Kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain.
PEMBAHASAN
Kontruktivis berarti bersifat membangun.
Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme merupakan suatu aliran yang
berupaya membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Konstruktivisme
berupaya membina suatu konsesus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan
tertinggi dalam kehidupan umat manusia. (Jalaludin, dalam Riyanto:143 ).
Pandangan klasik yang selama ini
berkembang adalah bahwa pengetahuan ini secara utuh dipindahkan dari pikiran
guru ke pikiran anak. Penelitian pendidikan sains pada tahun-tahun terakhir
telah mengungkapkan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran seseorang.
Pandangan terakhir inilah yang dianut oleh konstruktivisme.
Tujuan pembelajaran konstruktivistik ini
ditentukan pada bagaimana belajar, yaitu menciptakan pemahaman baru yang
menuntut aktivitas kreatif produktif dalam konteks nyata yang mendorong si
belajar untuk berpikir dan berpikir ulang lalu mendemonstrasikan.
Dalam teori, peran guru adalah menyediakan
suasana, mendesain dan mengarahkan kegiatan belajar bagi siswa agar benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, dengan bekerja memecahkan masalah, menemukan segala
sesuatu untuk dirinya, dan berusaha dengan ide-ide yang dimilikinya.
Sistem pendekatan konstruktivis dalam
pembelajaran lebih menekankan pembelajaran top
down daripada bottom up berarti
siswa memulai dengan masalah yang kompleks untuk dipecahkan, kemudian menemukan
(dengan bimbingan guru) keterampilan dasar yang diperlukan.
Implikasi Teori Konstruktivis
1.
Memusatkan perhatian kepada berpikir atau proses mental
anak tidak sekedar pada hasilnya. Disamping kebenaran jawaban siswa, guru juga
harus memahami proses yang digunakan siswa sehingga sampai pada jawaban
tersebut.
2.
Menggunakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri
keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas konstruktif,
penyajian pengetahuan jadi di (ready made)
tidak mendapat penekanan.
3.
Pendekatan konstruktivis dalam pengajaran lebih
menekankan pengajaran TOP DOWN
daripada BOTTOM UP.
4.
DISCOVERY
LEARNING. Dalam discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri
secara mandiri.
5.
Pendekatan konstruktivis dalam pengajaran khas
menerapkan SCAFOLDING, dengan siswa
semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri.
Kendala Yang Mungkin Timbul Dalam Penerapan
Teori Belajar Dengan Pendekatan Konstruktivisme.
1.
Sulit mengubah keyakinan guru yang sudah terstruktur
bertahun-tahun menggunakan pendekatan tradisional.
2.
Guru konstruktivis dituntut lebih kreatif dalam
merencanakan pelajaran dan memilih atau menggunakan media.
3.
Pendekatan konstruktivis menuntut perubahan siswa
evaluasi, yang mungkin belum bisa diterima oleh otoritas pendidik dalam waktu
dekat.
4.
Fleksibilitas kurikulum mungkin masih sulit diterima
oleh guru yang terbiasa dengan kurikulum yang terkontrol.
5.
Siswa dan orang tua mungkin memerlukan waktu
beradaptasi dengan proses belajar dan mengajar yang baru.
Kondisi Objektif Yang Perlu Dikembangkan di Lapangan
1.
Kurikulum disajikan dari kesatuan ke bagian dengan
penekanan konsep utama.
2.
Pengajaran yang menimbulkan banyak pertanyaan dari
siswa sangat dihargai.
3.
Kegiatan kurikulum bertumpu pada sumber data primer dan
materi yang digunakan single text book.
4.
Siswa dianggap sebagai pemikiran.
5.
Pada umumnya guru berperilaku secara interaktif
menggunakan lingkungan sebagai media belajar.
6.
Guru mencari sudut pandang siswa untuk memahamkan
konsep yang disajikan pada siswa untuk keperluan pembelajaran lebih lanjut.
7.
Penelitian terjalin menjadi satu dengan pembelajaran
dan dilaksanakan dalam bentuk observasi terhadap kerja siswa/tampilan/tugas.
8.
Siswa bekerja dalam kelompok.
Tujuan Pendekatan Konstruktivis
1.
Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab
siswa itu sendiri.
2.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan
pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya.
3.
Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau
pemahaman konsep secara lengkap.
4.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir
yang mandiri.
Contoh-Contoh Pembelajaran Konstruktivis
1.
Mendukung dan menerima otonomi dan inisiatif siswa.
2.
Menggunakan data mentah dan narasumber asli, bersama
bahan manipulatif, interaktif, dan nyata.
3.
Ketika memberi tugas, menggunakan istilah kognitif,
seperti klasifikasi, analisis, meramalkan, ciptakan atau bentuk.
4.
Memperbolehkan jawaban siswa menuntun pelajaran,
mengubah strategi pembelajaran dan mengubah isi.
5.
Mencari tahu tentang pengertian siswa akan konsep yang
diberikan sebelum membagi pengertian-pengertian mereka tentang konsep tersebut.
6.
Mendukung siswa untuk terlibat dalam dialog, baik
dengan guru atau sesama siswa.
7.
Mendorong siswa untuk bertanya dengan memberikan
pertanyaan terbuka yang mendalam dan juga mendorong siswa untuk mengajukan
pertanyaan satu dengan yang lainnya.
8.
Mencari perluasan dari tanggapan siswa.
9.
Mengajak siswa terlibat dalam pengalaman yang mungkin
bertentangan dengan hipotesis awal mereka dan kemudian mendorong adanya
diskusi.
10.
Memberikan waktu bagi siswa untuk membentuk hubungan
antara menciptakan metafora (perumpamaan).
11.
Mengembangkan keinginan dari siswa dengan sering
menggunakan model lingkaran belajar (learning
cycle model).
Kesukaran Penyerapan Pembelajaran Dengan
Pendekatan Konstruktivis
1.
Guru merasa kesulitan memberikan contoh-contoh konkrit
dan realistik.
2.
Guru tidak ingin berubah, mereka tertutup/menahan diri
untuk berubah.
3.
Pengajaran secara tradisional bisa sukses dan
memperoleh nilai tinggi, mengapa harus berubah?
4.
Guru berpikir bahwa pembelajaran konstruktivis
memerlukan lebih banyak waktu.
5.
Beban guru sudah terlalu banyak (overload). Mereka
mengajar 24 jam /45 menit dalam seminggu. Mereka lebih suka rutinitas.
6.
Belum adanya alat-alat laboratorium yang cukup memadai
untuk jumlah siswa yang besar.
7.
Harapan orang tua adalah terfokus pada hasil belajar
sedangkan guru pada proses belajar.
8.
Guru mengajar menurut cara bagaimana meraka diajar saat
kuliah, perubahan dalam praktik mengajar memerlukan perubahan cara mengajar
dosen.
9.
Guru masih beranggapan bahwa mengajar itu menghadapai
test akan menekankan drilling dan skill.
10.
Terlalu banyak bidang studi yang harus dipelajari
kurikulum syarat dengan istilah. Menimbulkan masalah luas cakupan lawan
kedalam.
11.
Guru mengajar diluar bidang studi.
12.
Problem yang lain adalah guru yang tidak memenuhi
kualifikasi.
13.
Siswa mengharapkan informasi dari guru, mencatat, dan
mengerjakan tes pilihan ganda.
14.
Siswa lebih terbiasa dengan pembelajaran terpusat pada
guru.
15.
Siswa beranggapan bahwa bertanya itu tidak sopan.
16.
Tempat duduk siswa permanent.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar