Minggu, 09 Oktober 2011

Konstruktivisme


PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Abstrak
Pandangan bahwa siswa membangun pengetahuan sendiri berdasar pengalaman dikenal dengan istilah konstruktivisme. Intinya siswa secara aktif membangun pengetahuan dan maknanya dari pengalaman-pengalaman mereka sendiri baik secara individu maupun sosial. Konsruktivisme  merupakan salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan oleh para guru matematika dalam mengembangkan kemampuan siswa berpikir, bernalar, komunikasi, dan pemecahan masalah baik dalam pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari. Dalam makalah ini selain tujuan  dari pendekatan konstruktivis, juga dibahas mengenai kondisi objektif di lapangan, kendala-kendala yang mungkin timbul, serta kesukaran-kesukaran yang di hadapi guru dalam menggunakan pendekatan ini. Dan diberikan satu contoh RPP serta LKS  pada materi perkalian dua matriks yang menggunakan pendekatan konstruktivisme.
Kata Kunci: Pendekatan, Konstruktivisme, Pembelajaran.


PENDAHULUAN.
      Di era globalisasi saat ini, arus informasi mengalir deras seolah tanpa hambatan, menghantarkan ke suasana kehidupan semakin rumit (complicated), cepat berubah dan sulit diprediksi (unpredictable). Kondisi ini membawa persaingan yang sangat ketat untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, pembelajaran di sekolah harus didesain sedemikian rupa sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menumbuh kembangkan kemampuan mereka secara maksimum..
      Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah  memiliki peranan penting karena matematika merupakan mata pelajaran yang membekali peserta didik dengan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, sebagaimana yang terdapat di dalam kurikulum KTSP mata pelajaran matematika (dalam Depdiknas, 2006), yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut
1.            Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
2.            Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3.            Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4.            Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5.            Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

      Dalam  upaya pencapaian tujuan tersebut, seorang  guru dituntut keprofesionalannya untuk menyiapkan dan mengolah proses pembelajaran yang berfokus pada kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Oleh karena itu, guru harus mampu mendesain pembelajaran matematika dengan metode atau pendekatan yang mampu membelajarkan siswa, menjadikan siswa sebagai subjek, bukan lagi sebagai objek belajar. Sehingga efek dari pembelajaran matematika tersebut akan menjadikan siswa memiliki kemampuan penalaran, komunikasi, koneksi, dan mampu memecahkan masalah.
       Konsruktivisme  merupakan salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan oleh para guru matematika dalam mengembangkan kemampuan siswa berpikir, bernalar, komunikasi, dan pemecahan masalah baik dalam pelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Von Glasserfeld (dalam Suparno, 1997) diperlukan beberapa kemampuan berikut :
a.   Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman,
b.  Kemampuan membandingkan, mengambil keputusan (justifikasi) mengenai  persamaan dan perbedaan,
c.  Kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain.

PEMBAHASAN
       Kontruktivis berarti bersifat membangun. Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme merupakan suatu aliran yang berupaya membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Konstruktivisme berupaya membina suatu konsesus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia. (Jalaludin, dalam Riyanto:143 ).
       Pandangan klasik yang selama ini berkembang adalah bahwa pengetahuan ini secara utuh dipindahkan dari pikiran guru ke pikiran anak. Penelitian pendidikan sains pada tahun-tahun terakhir telah mengungkapkan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran seseorang. Pandangan terakhir inilah yang dianut oleh konstruktivisme.
       Tujuan pembelajaran konstruktivistik ini ditentukan pada bagaimana belajar, yaitu menciptakan pemahaman baru yang menuntut aktivitas kreatif produktif dalam konteks nyata yang mendorong si belajar untuk berpikir dan berpikir ulang lalu mendemonstrasikan.
       Dalam teori, peran guru adalah menyediakan suasana, mendesain dan mengarahkan kegiatan belajar bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, dengan  bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya,  dan  berusaha dengan ide-ide yang dimilikinya.
      Sistem pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran lebih menekankan pembelajaran top down daripada bottom up berarti siswa memulai dengan masalah yang kompleks untuk dipecahkan, kemudian menemukan (dengan bimbingan guru) keterampilan dasar yang diperlukan.

Implikasi Teori Konstruktivis
1.       Memusatkan perhatian kepada berpikir atau proses mental anak tidak sekedar pada hasilnya. Disamping kebenaran jawaban siswa, guru juga harus memahami proses yang digunakan siswa sehingga sampai pada jawaban tersebut.
2.       Menggunakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas konstruktif, penyajian pengetahuan jadi di (ready made) tidak mendapat penekanan.
3.       Pendekatan konstruktivis dalam pengajaran lebih menekankan pengajaran TOP DOWN daripada  BOTTOM UP.
4.       DISCOVERY LEARNING. Dalam discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri.
5.       Pendekatan konstruktivis dalam pengajaran khas menerapkan SCAFOLDING, dengan siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri.

Kendala Yang Mungkin Timbul Dalam Penerapan Teori Belajar Dengan Pendekatan Konstruktivisme.
1.        Sulit mengubah keyakinan guru yang sudah terstruktur bertahun-tahun menggunakan pendekatan tradisional.
2.        Guru konstruktivis dituntut lebih kreatif dalam merencanakan pelajaran dan memilih atau menggunakan media.
3.        Pendekatan konstruktivis menuntut perubahan siswa evaluasi, yang mungkin belum bisa diterima oleh otoritas pendidik dalam waktu dekat.
4.        Fleksibilitas kurikulum mungkin masih sulit diterima oleh guru yang terbiasa dengan kurikulum yang terkontrol.
5.        Siswa dan orang tua mungkin memerlukan waktu beradaptasi dengan proses belajar dan mengajar yang baru.

Kondisi Objektif Yang Perlu Dikembangkan di Lapangan
1.       Kurikulum disajikan dari kesatuan ke bagian dengan penekanan konsep utama.
2.       Pengajaran yang menimbulkan banyak pertanyaan dari siswa sangat dihargai.
3.       Kegiatan kurikulum bertumpu pada sumber data primer dan materi yang digunakan single text book.
4.       Siswa dianggap sebagai pemikiran.
5.       Pada umumnya guru berperilaku secara interaktif menggunakan lingkungan sebagai media belajar.
6.       Guru mencari sudut pandang siswa untuk memahamkan konsep yang disajikan pada siswa untuk keperluan pembelajaran lebih lanjut.
7.       Penelitian terjalin menjadi satu dengan pembelajaran dan dilaksanakan dalam bentuk observasi terhadap kerja siswa/tampilan/tugas.
8.       Siswa bekerja dalam kelompok.

Tujuan Pendekatan Konstruktivis
1.       Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2.       Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya.
3.       Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap.
4.       Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.

Contoh-Contoh Pembelajaran Konstruktivis
1.       Mendukung dan menerima otonomi dan inisiatif siswa.
2.       Menggunakan data mentah dan narasumber asli, bersama bahan manipulatif, interaktif, dan nyata.
3.       Ketika memberi tugas, menggunakan istilah kognitif, seperti klasifikasi, analisis, meramalkan, ciptakan atau bentuk.
4.       Memperbolehkan jawaban siswa menuntun pelajaran, mengubah strategi pembelajaran dan mengubah isi.
5.       Mencari tahu tentang pengertian siswa akan konsep yang diberikan sebelum membagi pengertian-pengertian mereka tentang konsep tersebut.
6.       Mendukung siswa untuk terlibat dalam dialog, baik dengan guru atau sesama siswa.
7.       Mendorong siswa untuk bertanya dengan memberikan pertanyaan terbuka yang mendalam dan juga mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan satu dengan yang lainnya.
8.       Mencari perluasan dari tanggapan siswa.
9.       Mengajak siswa terlibat dalam pengalaman yang mungkin bertentangan dengan hipotesis awal mereka dan kemudian mendorong adanya diskusi.
10.   Memberikan waktu bagi siswa untuk membentuk hubungan antara menciptakan metafora (perumpamaan).
11.   Mengembangkan keinginan dari siswa dengan sering menggunakan model lingkaran belajar (learning cycle model).

Kesukaran Penyerapan Pembelajaran Dengan Pendekatan Konstruktivis
1.       Guru merasa kesulitan memberikan contoh-contoh konkrit dan realistik.
2.       Guru tidak ingin berubah, mereka tertutup/menahan diri untuk berubah.
3.       Pengajaran secara tradisional bisa sukses dan memperoleh nilai tinggi, mengapa harus berubah?
4.       Guru berpikir bahwa pembelajaran konstruktivis memerlukan lebih banyak waktu.
5.       Beban guru sudah terlalu banyak (overload). Mereka mengajar 24 jam /45 menit dalam seminggu. Mereka lebih suka rutinitas.
6.       Belum adanya alat-alat laboratorium yang cukup memadai untuk jumlah siswa yang besar.
7.       Harapan orang tua adalah terfokus pada hasil belajar sedangkan guru pada proses belajar.
8.       Guru mengajar menurut cara bagaimana meraka diajar saat kuliah, perubahan dalam praktik mengajar memerlukan perubahan cara mengajar dosen.
9.       Guru masih beranggapan bahwa mengajar itu menghadapai test akan menekankan drilling dan skill.
10.   Terlalu banyak bidang studi yang harus dipelajari kurikulum syarat dengan istilah. Menimbulkan masalah luas cakupan lawan kedalam.
11.   Guru mengajar diluar bidang studi.
12.   Problem yang lain adalah guru yang tidak memenuhi kualifikasi.
13.   Siswa mengharapkan informasi dari guru, mencatat, dan mengerjakan tes pilihan ganda.
14.   Siswa lebih terbiasa dengan pembelajaran terpusat pada guru.
15.   Siswa beranggapan bahwa bertanya itu tidak sopan.
16.   Tempat duduk siswa permanent.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar