Berpikir merupakan suatu proses yang terjadi
di jarangan syaraf pada otak kita. Berpikir merupakan perubahan dalam agregat
dari representasi diri. Berpikir merupakan ciri utama manusia yang
membedakannya dengan makhluk lain. Dengan dasar berpikir manusia mengembangkan
berbagai cara untuk dapat mengubah keadaan alam guna kepentingan hidupnya.
Berpikir dapat berragam orientasinya, namun secara garis besar dapat dibedakan
menjadi berpikir alamiah dan berpikir ilmiah. Berpikir alamiah adalah pola
penalaran yang berdasarkan kebiasaan sehari-hari dari pengaruh alam
sekelilingnya, misalnya penalaran tentang panasnya api, dinginnya es dan
sebagainya.
Sedangkan berpikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan pola dan sarana tertentu secara teratur. Yang terakhir ini penting kaitannya dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Sedangkan berpikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan pola dan sarana tertentu secara teratur. Yang terakhir ini penting kaitannya dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Untuk dapat melakukan kegiatan
berpikir ilmiah yang baik perlu ditunjang dengan sarana berpikir ilmiah berupa
bahasa, matematika, dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal
yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat
berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada
orang lain. Ditinjau dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan ntara
berpikir deduktif dan induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyandarkan
diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai
peran yang penting dalam berpikir deduktif ini, sedangkan statistika berperan
penting dalam pola berpikir induktif. Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah
mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakikatnya
adalah pengumpulan fakta untuk mendukung hipotesis yang kita ajukan. Kemampuan
berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini
dengan baik pula. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui
dengan benar peran masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan
proses berpikir ilmiah tersebut. Dalam tulisan ini secara khusus dibahas
mengenai matematika sebagai bahasa universal dan dalam konteksnya sebagai
sarana berpikir ilmiah.
Pengertian matematika sangat sulit
didefinsikan secara akurat. Pada umumnya orang awam hanya akrab dengan satu
cabang matematika elementer yang disebut aritmatika atau ilmu hitung yang
secara informal dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang berbagai bilangan yang
bisa langsung diperoleh dari bilangan-bilangan bulat 0, 1, -1, 2, – 2, …, dst,
melalui beberapa operasi dasar: tambah, kurang, kali dan bagi.
Kata “matematika” berasal dari kata
mathemá dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan,
atau belajar” juga mathematikós yang diartikan sebagai “suka belajar”.
Disiplin utama dalam matematika
didasarkan pada kebutuhan perhitungan dalam perdagangan, pengukuran tanah dan
memprediksi peristiwa dalam astronomi. Ketiga kebutuhan ini secara umum
berkaitan dengan ketiga pembagian umum bidang matematika: studi tentang
struktur, ruang dan perubahan.
Ada pendapat terkenal yang memandang
matematika sebagai pelayan dan sekaligus raja dari ilmu-ilmu lain. Sebagai
pelayan, matematika adalah ilmu dasar yang mendasari dan melayani berbagai ilmu
pengetahuan lain. Sejak masa sebelum masehi, misalnya jaman Mesir kuno, cabang
tertua dan termudah dari matematika (aritmatika) sudah digunakan untuk membuat
piramida, digunakan untuk menentukan waktu turun hujan, dsb. Sebagai raja, perkembangan matematika tak tergantung pada ilmu-ilmu lain.
Banyak cabang matematika yang dulu biasa disebut matematika murni, dikembangkan
oleh beberapa matematikawan yang mencintai dan belajar matematika hanya sebagai
hoby tanpa memperdulikan fungsi dan manfaatnya untuk ilmu-ilmu lain. Dengan
perkembangan teknologi, banyak cabang-cabang matematika murni yang ternyata
kemudian hari bisa diterapkan dalam berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi
mutakhir.
Sebagai bahasa, matematika
melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Di
manakah letak semua konsep-konsep matematika, misalnya letak bilangan 1? Banyak
para pakar matematika, misalnya para pakar Teori Model yang juga mendalami
filosofi di balik konsep-konsep matematika bersepakat bahwa semua konsep-konsep
matematika secara universal terdapat di dalam pikiran setiap manusia.
Jadi yang dipelajari dalam
matematika adalah berbagai simbol dan ekspresi untuk mengkomunikasikannya.
Misalnya orang Jawa secara lisan memberi simbol bilangan 3 dengan mengatakan
“Telu”, sedangkan dalam bahasa Indonesia, bilangan tersebut disimbolkan melalui
ucapan “Tiga”. Inilah sebabnya, banyak pakar mengkelompokkan matematika dalam
kelompok bahasa, atau lebih umum lagi dalam kelompok (alat) komunikasi, bukan
sains. Karena sifat-sifatnya itu dapat dikatakan bahwa
matematika merupakan bahasa yang universal.
Dalam pandangan formalis, matematika
adalah penelaahan struktur abstrak yang didefinisikan secara aksioma dengan
menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; ada pula pandangan lain,
misalnya yang dibahas dalam filosofi matematika.
Struktur spesifik yang diselidiki
oleh matematikawan sering kali berasal dari ilmu pengetahuan alam, dan sangat
umum di fisika, tetapi matematikawan juga mendefinisikan dan menyelidiki
struktur internal dalam matematika itu sendiri, misalnya, untuk
menggeneralisasikan teori bagi beberapa sub-bidang, atau alat membantu untuk
perhitungan biasa. Akhirnya, banyak matematikawan belajar bidang yang dilakukan
mereka untuk sebab estetis saja, melihat ilmu pasti sebagai bentuk seni
daripada sebagai ilmu praktis atau terapan.
Matematika tingkat lanjut digunakan
sebagai alat untuk mempelajari berbagai fenomena fisik yg kompleks, khususnya
berbagai fenomena alam yang teramati, agar pola struktur, perubahan, ruang dan
sifat-sifat fenomena bisa didekati atau dinyatakan dalam sebuah bentuk
perumusan yg sistematis dan penuh dengan berbagai konvensi, simbol dan notasi.
Hasil perumusan yang menggambarkan prilaku atau proses fenomena fisik tersebut
biasa disebut model matematika dari fenomena.
Kembali ke uraian sebelumnya bahwa matematika sebagai
sarana berpikir ilmiah yang menggunakan pola penalaran deduktif. Sarana
berpikir ilmiah ini dalam proses pendidikan kita, merupakan bidang studi
tersendiri. Artinya kita mempelajari sarana berpikir ilmiah ini seperti
mempelajari berbagai cabang ilmu. Dalam hal nini kita harus memperhatikan dua
hal. Pertama, sarana ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian bahwa sarana
ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode
ilmiah. Seperti diketahui bahwa salah satu karakterisitk dari ilmu umpamanya
adalah penggunaan berpikir deduktif dan induktif dalam mendapatkan pengetahuan.
Sarana berpikir ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam mendapatkan
pengetahuannya. Secara lebih tuntas dapat dikatakan bahwa sarana berpikir
ilmiah mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuannya yang
berbeda dengan metode ilmiah.
Kedua, tujuan mempelajari sarana
ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik,
sedangkan tujuan mepelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang
yang memungkinkan kita untuk bisa memecahkan masalah sehari-hari. Dalam hal ini
sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang pengetahuan dalam
mengembangkan materi pengetahuannya berdsaarkan metode ilmiah. Atau
sederhananya, sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam
melakukan fungsinya secara baik. Jelaslah mengapa sarana berpikir ilmiah
mempunyai metode yang tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam
mendapatkan pengetahuannya, sebab fungsi sarana ilmiah adalah membantu proses
metode ilmiah, dan bukan merupakan ilmu itu tersendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar