BAHAN AJAR TURUNAN FUNGSI YANG DI
DESAIN MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DAPAT MELATIH AKTIVITAS SISWA DI KELAS
Nurhayati
Abstrak
Mendesain bahan
ajar adalah tugas pokok seorang guru. Dengan mendesain sendiri, guru dapat
menyesuaikan bahan ajar dengan karakteristik siswanya. Dalam makalah ini, penulis memberikan suatu alternatif dalam mendesain
bahan ajar turunan fungsi melalui pendekatan konstruktivisme. Konstruktivisme
adalah memandang bahwa pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa. Intinya siswa secara aktif membangun
pengetahuan dan maknanya dari pengalaman-pengalaman mereka sendiri baik secara
individu maupun sosial. Pendekatan konstruktivisme telah mulai banyak digunakan
dalam pembelajaran. Namun kali ini bahan ajar yang akan digunakan berbentuk LKS yang didesain melalui
pendekatan konstruktivisme. LKS terdiri dari lima aktivitas. Aktivitas 1,
pengaktifan pengetahuan prasyarat. Aktivitas 2, pengumpulan ide. Aktivitas 3,
pemerolehan pengetahuan baru. Aktivitas 4, pemantapan ide. Aktivitas 5,
rangkuman dan refleksi. Sedangkan aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran
terdiri lima aktivitas juga, yaitu: menulis. Lisan/oral, mendengarkan, mental dan emosi. Dalam makalah ini diberikan deskripsi bagaimana
pelaksanaan pembelajarannya.
Kata Kunci:
Bahan Ajar, Pendekatan Konstruktivisme, dan Aktivitas siswa.
Seiring dengan terjadinya perubahan paradigma dalam pembelajaran, desain
pembelajaran juga mengalami perubahan orientasi. Pembelajaran yang dulu
berpusat kepada guru (teacher centred), sekarang telah berubah ke pembelajaran
yang berpusat kepada siswa (student
centred). Aktivitas pembelajaran, yang
pada masa sebelumnya diwarnai pendekatan behaviorisme, kini mulai menggunakan
pendekatan konstruktivisme.
Pendekatan konstruktivisme lebih menekankan pada perilaku yang dapat
diamati dan dapat diukur sebagai hasil aktivitas dan proses pembelajaran. Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan itu tidak
dapat ditransmisi langsung oleh guru ke dalam pikiran siswa, melainkan proses
perubahan yang memerlukan
konstruksi aktif siswa. Menurut Driver, dan Bell
(Suparno, 1997) untuk mengkonstruksi makna baru, siswa harus mempunyai
pengalaman mengadakan kegiatan mengamati, menebak, berbuat dan mencoba bahkan
mampu menjawab pertanyaan ”mengapa”.
Ahli konstruktivisme juga beranggapan bahwa pengetahuan itu di serap oleh siswa tidak secara pasif dari
lingkungan, melainkan ilmu pengetahuan dibangun oleh siswa secara individual.
Pembangunan pengetahuan tersebut melalui
tiga aktivitas
dasar yaitu keterlibatan siswa tersebut secara aktif, refleksi, dan abstraksi.
Turunan Fungsi adalah salah satu materi matematika SMA yang diberikan di
kelas sebelas. Turunan Fungsi merupakan materi penting sebagai prasyarat untuk
belajar integral di kelas dua belas. Berdasarkan pengalaman penulis dan
beberapa guru matematika yang lain, salah satu kesulitan mengajar materi
integral adalah karena kurang maksimalnya proses pembelajaran pada materi
turunan fungsi.
Untuk itu menurut penulis, pembelajaran
turunan fungsi dapat maksimal jika siswa difasilitasi untuk membangun sendiri
pengetahuannya. Hal ini dimungkinkan karena siswa telah mempelajari materi
tentang fungsi, rumus-rumus trigonometri dan limit fungsi yang dapat menghantarkan
siswa kepada materi turunan fungsi. Dengan membangun sendiri pengetahuannya,
maka siswa akan lebih ingat, lebih paham dan pembelajaran akan lebih bermakna.
Hakikat
Bahan Ajar
Bahan ajar (teaching material), terdiri atas dua kata yaitu teaching atau mengajar dan material atau bahan. Dalam juknis pengembangan bahan ajar (Depdiknas, 2006).
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan atau materi yang disusun secara
sistematis yang digunakan untuk membantu guru/ instruktur dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan
siswa untuk belajar. Bahan tersebut dapat berupa bahan tertulis maupun bahan
tidak tertulis.
Bahan ajar atau secara garis besar
terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa
dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara
terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta,
konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai.
Termasuk jenis materi fakta adalah nama-nama obyek, peristiwa sejarah,
lambang, nama tempat, nama orang. Termasuk materi konsep adalah pengertian,
definisi, ciri khusus, komponen atau bagian suatu obyek. Termasuk materi
prinsip adalah dalil, rumus, postulat, teorema, atau hubungan antar konsep yang
menggambarkan hubungan sebab akibat. Materi jenis prosedur adalah materi yang
berkenaan dengan langkah- langkah secara sistematis atau berurutan dalam
mengerjakan suatu tugas. Materi jenis sikap (afektif) adalah materi yang
berkenaan dengan sikap atau nilai, misalnya nilai kejujuran, kasihsayang,
tolong-menolong, semangat bekerja dan minat belajar.
Ditinjau dari pihak guru, bahan ajar itu
harus diajarkan atau disampaikan dalam kegiatan pembelajaran. Ditinjau dari
pihak siswa bahan ajar itu harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dinilai dengan menggunakan instrumen
penilaian yang disusun berdasar indikator pencapaian belajar.
Pendekatan
Konstruktivisme
Kontruktivis berarti bersifat membangun. Dalam konteks filsafat
pendidikan, konstruktivisme merupakan suatu aliran yang berupaya membangun tata
susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Konstruktivisme berupaya membina
suatu konsesus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam
kehidupan umat manusia. (Jalaludin, dalam Riyanto:143 ).
Pandangan klasik yang selama ini berkembang adalah bahwa pengetahuan ini
secara utuh dipindahkan dari pikiran guru ke pikiran anak. Penelitian
pendidikan sains pada tahun-tahun terakhir telah mengungkapkan bahwa
pengetahuan itu dibangun dalam pikiran seseorang. Pandangan terakhir inilah
yang dianut oleh aliran konstruktivisme.
Tujuan pembelajaran konstruktivisme ini ditentukan pada bagaimana
belajar, yaitu menciptakan pemahaman baru yang menuntut aktivitas kreatif
produktif dalam konteks nyata yang mendorong si belajar untuk berpikir dan
berpikir ulang lalu mendemonstrasikan.
Dalam teori, peran guru adalah menyediakan suasana, mendesain dan
mengarahkan kegiatan belajar bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat
menerapkan pengetahuan, dengan bekerja
memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan
berusaha dengan ide-ide yang dimilikinya.
Sistem pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran lebih menekankan
pembelajaran top down daripada bottom up berarti siswa memulai dengan
masalah yang kompleks untuk dipecahkan, kemudian menemukan (dengan bimbingan
guru) keterampilan dasar yang diperlukan.
Pendekatan
Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika
Pendekatan konstruktivisme dalam
pembelajaran matematika adalah sebuah proses pembelajaran yang menganggap
pengetahuan matematika siswa adalah serangkaian pengalaman siswa hasil
bentukannya sendiri dengan lingkungannya.
Menurut pandangan konstruktivis bahwa pengetahuan harus diperoleh siswa
melalui kegiatan atau aktivitas, baik fisik maupun psikis. Melalui kegiatan
atau aktivitas inilah siswa membangun pengetahuannya sendiri. Guru bertindak
sebatas penyedia sarana belajar atau fasilitator, pembangkit dan pendorong
minat belajar atau motivator, atau perancang pembelajaran.
Ernest (1991:42), melihat matematika sebagai suatu konstruktivisme sosial yang memenuhi tiga
premis sebagai berikut.
1. The basis of mathematical knowledge
is linguistic language, conventions and rulers, and language is a social
constructions.
2. Interpersonal social processes are required to
turn an individual’s subjective mathematical knowledge, after publication, into
accepted objective mathematical knowledge.
3. Objectivity itself will be
understood to be social.
Pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak
secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu
pengetahuan melalui lingkungan. Guru yang konstruktivis mampu dan mengerti tentang proses pembelajaran
yang baik. Dalam proses pembelajaran yang baik, guru berperan memotivasi dan
memfasilitasi siswanya menemukan sendiri
cara yang paling sesuai untuk memecahkan persoalan. Hal ini penting agar siswa
memperoleh hasil yang maksimal.
Mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa,
melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Mengajar berarti
partisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari
kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi.
Menurut Hanafiah (2010), pendekatan
konstruktivisme memiliki karakteristik sebagai berikut.
a.
Proses pembelajaran berpusat pada siswa,
sehingga siswa mempunyai peluang untuk aktif dalam proses pembelajaran.
b.
Proses pembelajaran merupakan proses
integrasi pengetahuan baru dengan pengetahuan lama yang dimiliki siswa.
c.
Berbagai pandangan yang berbeda diantara
siswa dihargai dan sebagai tradisi dalam proses pembelajaran.
d.
Siswa didorong untuk menemukan berbagai
kemungkinan dan mensintesiskan secara terintegrasi.
e.
Pembelajaran berbasis masalah dalam
rangka mendorong siswa dalam proses pencarian yang lebih alami.
f.
Proses pembelajaran mendorong terjadinya
koperatif dan kompetitif dikalangan siswa secara aktif, kreatif, inovatif, dan
menyenangkan.
g.
Proses pembelajaran dilakukan secara
kontektual, yaitu siswa dihadapkan kedalam pengalaman nyata.
Aktivitas
Siswa
Aktivitas dapat didefinisikan sebagai suatu situasi terjadinya
sesuatu atau banyak hal dapat dikerjakan. Pembelajaran matematika yang aktif di
ruang kelas dapat dipahami sebagai “melibatkan siswa melakukan sesuatu secara
aktif berkaitan dengan apa yang ingin dicapai dalam pembelajaran itu”.
Jenis aktivitas
banyak sekali macamnya, maka para ahli mengadakan klasifikasi atas macam-macam
aktivitas tersebut. Menurut Paul B. Diedrich dalam Hamalik (2008:172)
indikator yang menyatakan aktivitas siswa dalam belajar mengajar, yaitu:
a. Kegiatan-kegiatan visual; membaca, melihat gambar,
mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja
atau bermain.
b. Kegiatan-kegiatan lisan; mengemukakan suatu prinsip
atau fakta, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran,
mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan interupsi.
c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan; mendengarkan penyajian
bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu
permainan, mendengarkan radio.
d. Kegiatan-kegiatan menulis; menulis cerita, menulis
laporan, memeriksa karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes, mengisi
angket.
e. Kegiatan-kegiatan menggambar; menggambar, membuat
grafik, diagram peta, pola.
f.
Kegiatan-kegiatan
metrik; melakukan percobaan, memilih alat, melaksanakan pameran, membuat model,
menyelenggarakan permainan, menari, berkebun.
g. Kegiatan-kegiatan mental; merenungkan, mengingat,
memecahkan masalah, mengana-
lisis,
melihat hubungan-hubungan, membuat keputusan
h. Kegiatan-kegiatan emosional; minat, membedakan,
tenang, berani.
Aktivitas
yang dilakukan dalam matematika antara lain: berhitung, bermain, menggambar,
menjelaskan, mengukur, mendesain, menempatkan obyek, menulis, diskusi, membuat
kesimpulan, dan sebagainya.
Adapun
aktivitas siswa yang dapat diamati pada saat menggunakan LKS ini meliputi :
a.
Aktivitas menulis;
Siswa menyelesaikan LKS, Siswa membuat rangkuman.
b.
Aktivitas oral; Siswa
menyatakan pendapat, Siswa menjawab pertanyaan.
c.
Aktivitas
mendengarkan; Siswa mendengarkan penjelasan dari guru, Siswa mendengarkan
penjelasan sesama teman.
d.
Aktivitas mental;
Siswa bekerja dalam kelompok, Siswa berdiskusi
dengan teman.
e.
Aktivitas emosi;
Siswa menunjukkan sikap gembira dalam belajar, Siswa antusiasme dalam melakukan
aktivitas.
Bahan
Ajar Yang Konstruktivisme
Bahan ajar yang didesain adalah bahan ajar
yang berbentuk lembar kerja siswa (LKS). Setiap LKS terdiri dari lima aktivitas yang
mencerminkan karakteristik pendekatan konstruktivisme. Aktivitas pertama adalah
tahap pengaktifan pengetahuan prasyarat. Disini tempat menggali pengetahuan
yang telah dimiliki oleh siswa untuk menyelesaikan suatu masalah. Aktivitas
kedua merupakan ajang pengumpulan ide, disini diberikan satu permasalahan yang harus
diselesaikan oleh siswa. Dalam proses penyelesaian, siswa diberi bimbingan
berupa langkah-langkah pada LKS dan siswa
dituntut untuk melakukan diskusi dalam kelompoknuya. Aktivitas ketiga adalah
saat pemerolehan pengetahuan baru melalui presentasi kelompok-kelompok
terpilih, pertanyaan ataupun tanggapan dari kelompok-kelompok yang lainnya.
Aktivitas keempat adalah saatnya untuk memantapkan ide-ide baru melalui
pemberian soal-soal. Aktivitas kelima
adalah rangkuman dan reflesi.
Deskripsi
pelaksanaan pembelajaran menggunakan LKS
Konstruktivisme
Siswa mengerjakan aktivitas 1 secara
individual, kemudian siswa dikelompokkan secara heterogen. Berikutnya siswa
mengerjakan aktivitas kedua dengan berdiskusi dalam kelompoknya. Guru mencatat
aktivitas yang muncul dan memberikan bantuan seperlunya. Kemudian pada
aktivitas ketiga, kelompok yang terpilih mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya dan kelompok yang lain menanggapi. Pada saat diskusi inilah muncul
nilai-nilai karakter bangsa, diantaranya dapat bekerjasama dengan baik, mau
mendengar pemjelasan orang lain, mau menerima pendapat orang lain, kritis, bersemangat,
bergembira, dan lainnya. Guru sebagai moderator mengarahkan sehingga diperoleh
suatu kesimpulan berupa konsep, definisi ataupun rumus yang sesuai dengan
tujuan pembelajaran. Selanjutnya aktivitas keempat, siswa kembali menyelesaikan
soal secara individu. Terakhir aktivitas kelima siswa membuat rangkuman dan
mengisi lembar refleksi. Dalam hal ini lembar refleksi dapat dibuat terpisah
dan tidak diberi nama, supaya siswa bisa mengungkapkan isi hatinya secara terbuka.
Kesimpulan
LKS
turunan fungsi yang didesain berdasarkan pendekatan konstruktivisme dapat
mempermudah siswa dalam pembelajaran, karena ada langkah-langkah yang
membimbing siswa dalam menyelesaikan permasalahan. Juga dapat membiasakan siswa
beraktivitas pada saat pembelajaran matematika, sehingga memunculkan
nilai-nilai karakter bangsa.
Dengan mendesain sendiri bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran, tentunya akan lebih efektif dan efisien dalam
penggunaannya. Karena seorang guru dapat menyesuaikan pendekatan yang digunakan
dengan karakteristik siswa di sekolahnya. Sehingga pelajaran matematika tidak
lagi menjadi sesuatu yang dijauhi oleh siswa. Dan proses pembelajaran di kelas
menjadi sesuatu yang menyenangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional
Pendidikan. 2006. Standar Isi dan Standar
Kompetensi Lulusan Tingkat Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah,
Jakarta: PT. Binatama Raya
Direktorat Pembinaan
SMA. 2010. Juknis Pengembangan Bahan Ajar.
Jakarta.
Ernest, P. 1991. The Philosophy of Mathematics Education. London : Falmer.
Hamalik,
Oemar.2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hanafiah,
Nanang. 2010. Konsep Strategi
Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama.
Riyanto,
Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran.
Sebagai Referensi Bagi
Pendidik Dalam Implementasi
Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas.
Cet. 2. Jakarta: Kencana Prenada.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat
Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Jakarta : Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar