Peran Konsultan Multidimensi Bagi Pendidik Masa Depan
Posted on 14 November 2010.
Bangsa
Indonesia yang telah berusia 65 tahun, dewasa ini sudah tidak mampu lagi
memungkiri tentang tantangan yang dihadapinya di tengan peradaban dunia yang
maju di semua bidang. Tantangan yang paling essensi yang harus dibenahi dalam
menjawab tantangan ini, adalah penyiapan generasi muda “peserta didik yang
duduk di bangku sekolah” yang penuh inovatif, informatif serta berakhlak baik.
Raihan prestasi ini tentu saja melalui proses yang pelik, terencana dan terpadu
serta berkesinambungan yang diusung oleh semua pihak yang berkecimpung dalam
pendidikan di Indonesia. Terutama fungsi dan peran guru sebagai pendidik
professional, tentunya yang paling terdepan dalam perjalanan panjang melahirkan
generasi dambaan kita.
Berbicara
mengenai pendidik tentu saja focus utama yang kita soroti adalah pembelajaran berbagai
hal yang disodorkan kepada peserta didik. Karena aspek inilah yang dapat
dijadikan penunjang utama kompetensi siswa dalam berbagai hal. Makna dari
pembelajaran menurut Corey (1986:195) adalah suatu proses dimana lingkungan
seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam
tingkah laku tertentu dalam kondidi-kondisai khusus atau menghasilkan respon
terhadap situasi tertentu. Mengajar menurut William H Burton adalah upaya
memberikan Stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar
terjadi proses belajar.
Lantas
bagaimana sinergi pendidik yang handal dalam memberikan pembelajaran di era
globalisasi ini. Pertanyaan ini tentunya menyangkut semua aspek yang melekat
pada diri pendidik yang harus disiapkan secara matang, menyangkut bahan ajar,
model pembelajaran dan pengetahuan umum yang luas yang harus dimilki sang
pendidik. Ibarat seorang konsultan berbagai hal, yang siap memberi solusi
kepada peserta didik yang dibimbingnya. Peran seperti itulah yang menjadi jawaban
tentang peran ideal pendidik.
Tidak
pernah kita jumpai di dunia ini seorang konsultan yang piawai di berbagai
bidang. Bila figure tersebut piawai di ekonomi misalnya, maka tentu saja dia
akan awam di bidang konstruksi baja atau sebaliknya. Bila toh ada seorang
konsultan yang piawai di lebih dari satu bidang, bukan berarti dia piawai di
banyak bidang. Dengan demikian kita tidak bisa membayangkan bila sebuah figure
harus berperan sebagai konsultan semua bidang yang harus di-share-kan kepada
orang lain.
Kita
tidak bisa memungkiri bahwa figure tersebut adalah seorang pendidik yang
menyodorkan pembelajaran di depan peserta didiknya di era modernisasi
pendidikan, yang menempatkan pendidik sebagai seorang fasiltator. Fasilitator
dicirikan sebagai pamong pembelajaran dua arah, yang memungkinkan peserta didik
menuntut informasi segala sesuatu yang dapat menunjang bahan ajar yang
didiskusikan. Dalam hal ini seorang pendidik tidak mungkin untuk bersikap
bull-lying (pembohong), yang memberikan informasi yang dia sendiri tidak
mengerti, demi memuaskan peserta didik.
Informasi
essensi dari berbagai bidang memang seharusnya di miliki seorang pendidik,
meski pendidik tidak harus mengerti informasi detilnya. Lantaran peserta
didikpun hanya sekedar menginginkan informasi umum untuk bekal mereka
berinteraksi di tengah masyarakat. Bisa saja misalnya, seorang peserta didik di
pembelajaran ekonomi meminta sang pendidik untuk memberikan informasi tentang
peliknya perseteruan antar petinggi Negara, seputar meletusnya Gunung Merapi.
Tidak mungkin bagi seorang pendidik untuk memberi jawaban tidak tahu menahu
atau terpaksa harus berbohong.
Namun
bila sang pendidik tetap konsisten dengan pendidik professional dan tetap
antusius dalam membri pembelajaran pada siswanya, hal ini tidak menjadikan
kendala berarti. Terlebih lagi bagi sang pendidik yang mengajar di jenjang
sekolah menengah atas. Seperti kita ketahui bahwa, peserta didik yang duduk di
bangku lanjutan atas, memiliki karakter yang aktif dalam hal dinamika psyologi.
Menurut Mappiare (dalam Hurlock, 1990) remaja mulai bersikap kritis dan tidak
mau begitu saja menerima pendapat dan perintah orang lain, remaja menanyakan
alasan mengapa sesuatu perintah dianjurkan atau dilarang, remaja tidak mudah
diyakinkan tanpa jalan pemikiran yang logis. Dengan perkembangan psikologis
pada remaja, terjadi kekuatan mental, peningkatan kemampuan daya fikir,
kemampuan mengingat dan memahami, serta terjadi peningkatan keberanian dalam
mengemukakan pendapat. Selain itu peserta didik yang duduk di bangku sekolah
menengah atas sudah mampu menyusun imajinasi tentang segala sesuatu yang
dipelajarinya. Dalam hal ini mereka bisa saja meminta informasi tentang segala
suseatu yang mampu menguatkan imajinasinya.
Guna
menciptakan situasi belajar mengajar yang ideal dan menyenangkan tentunya
pendidik bisa saja memperkaya khasanah pengetahuanya dengan cara membuka
internet yang mampu mengusung informasi apa saja, atau dari
Koran/majalah/tabloid On Line. Justru dengan perangkat dunia maya inilah sebuah
pembelajaran yang handal mampu direalisasikan menuju The Smart Next Generation.
Apalagi
dalam pendidikan karakter yang bakal diusung oleh Disdikpora di masa mendatang,
kemampuan pendidik tersebut bakal turut membantu dalam upaya pendekatan
pendidik dengan peserta didik yang harus di-built up karakternya, baik di
tengah pembelajaran dalam dan di luar kelas. Apabila nilai plus telah dimiliki
oleh 2.607.311 pendidik yang tersebar di seluruh Indonesia, maka tidak
berlebihan bila capaian generasi pintar di masa depan akan diraih.
Penulis
Ir. Bambang Sukmadji Guru MA Futuhiyyah 1. Mranggen Demak. JATENG
Peran Konsultan Multidimensi Bagi Pendidik Masa Depan
Posted on 14 November 2010.
Bangsa
Indonesia yang telah berusia 65 tahun, dewasa ini sudah tidak mampu lagi
memungkiri tentang tantangan yang dihadapinya di tengan peradaban dunia yang
maju di semua bidang. Tantangan yang paling essensi yang harus dibenahi dalam
menjawab tantangan ini, adalah penyiapan generasi muda “peserta didik yang
duduk di bangku sekolah” yang penuh inovatif, informatif serta berakhlak baik.
Raihan prestasi ini tentu saja melalui proses yang pelik, terencana dan terpadu
serta berkesinambungan yang diusung oleh semua pihak yang berkecimpung dalam
pendidikan di Indonesia. Terutama fungsi dan peran guru sebagai pendidik
professional, tentunya yang paling terdepan dalam perjalanan panjang melahirkan
generasi dambaan kita.
Berbicara
mengenai pendidik tentu saja focus utama yang kita soroti adalah pembelajaran berbagai
hal yang disodorkan kepada peserta didik. Karena aspek inilah yang dapat
dijadikan penunjang utama kompetensi siswa dalam berbagai hal. Makna dari
pembelajaran menurut Corey (1986:195) adalah suatu proses dimana lingkungan
seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam
tingkah laku tertentu dalam kondidi-kondisai khusus atau menghasilkan respon
terhadap situasi tertentu. Mengajar menurut William H Burton adalah upaya
memberikan Stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar
terjadi proses belajar.
Lantas
bagaimana sinergi pendidik yang handal dalam memberikan pembelajaran di era
globalisasi ini. Pertanyaan ini tentunya menyangkut semua aspek yang melekat
pada diri pendidik yang harus disiapkan secara matang, menyangkut bahan ajar,
model pembelajaran dan pengetahuan umum yang luas yang harus dimilki sang
pendidik. Ibarat seorang konsultan berbagai hal, yang siap memberi solusi
kepada peserta didik yang dibimbingnya. Peran seperti itulah yang menjadi jawaban
tentang peran ideal pendidik.
Tidak
pernah kita jumpai di dunia ini seorang konsultan yang piawai di berbagai
bidang. Bila figure tersebut piawai di ekonomi misalnya, maka tentu saja dia
akan awam di bidang konstruksi baja atau sebaliknya. Bila toh ada seorang
konsultan yang piawai di lebih dari satu bidang, bukan berarti dia piawai di
banyak bidang. Dengan demikian kita tidak bisa membayangkan bila sebuah figure
harus berperan sebagai konsultan semua bidang yang harus di-share-kan kepada
orang lain.
Kita
tidak bisa memungkiri bahwa figure tersebut adalah seorang pendidik yang
menyodorkan pembelajaran di depan peserta didiknya di era modernisasi
pendidikan, yang menempatkan pendidik sebagai seorang fasiltator. Fasilitator
dicirikan sebagai pamong pembelajaran dua arah, yang memungkinkan peserta didik
menuntut informasi segala sesuatu yang dapat menunjang bahan ajar yang
didiskusikan. Dalam hal ini seorang pendidik tidak mungkin untuk bersikap
bull-lying (pembohong), yang memberikan informasi yang dia sendiri tidak
mengerti, demi memuaskan peserta didik.
Informasi
essensi dari berbagai bidang memang seharusnya di miliki seorang pendidik,
meski pendidik tidak harus mengerti informasi detilnya. Lantaran peserta
didikpun hanya sekedar menginginkan informasi umum untuk bekal mereka
berinteraksi di tengah masyarakat. Bisa saja misalnya, seorang peserta didik di
pembelajaran ekonomi meminta sang pendidik untuk memberikan informasi tentang
peliknya perseteruan antar petinggi Negara, seputar meletusnya Gunung Merapi.
Tidak mungkin bagi seorang pendidik untuk memberi jawaban tidak tahu menahu
atau terpaksa harus berbohong.
Namun
bila sang pendidik tetap konsisten dengan pendidik professional dan tetap
antusius dalam membri pembelajaran pada siswanya, hal ini tidak menjadikan
kendala berarti. Terlebih lagi bagi sang pendidik yang mengajar di jenjang
sekolah menengah atas. Seperti kita ketahui bahwa, peserta didik yang duduk di
bangku lanjutan atas, memiliki karakter yang aktif dalam hal dinamika psyologi.
Menurut Mappiare (dalam Hurlock, 1990) remaja mulai bersikap kritis dan tidak
mau begitu saja menerima pendapat dan perintah orang lain, remaja menanyakan
alasan mengapa sesuatu perintah dianjurkan atau dilarang, remaja tidak mudah
diyakinkan tanpa jalan pemikiran yang logis. Dengan perkembangan psikologis
pada remaja, terjadi kekuatan mental, peningkatan kemampuan daya fikir,
kemampuan mengingat dan memahami, serta terjadi peningkatan keberanian dalam
mengemukakan pendapat. Selain itu peserta didik yang duduk di bangku sekolah
menengah atas sudah mampu menyusun imajinasi tentang segala sesuatu yang
dipelajarinya. Dalam hal ini mereka bisa saja meminta informasi tentang segala
suseatu yang mampu menguatkan imajinasinya.
Guna
menciptakan situasi belajar mengajar yang ideal dan menyenangkan tentunya
pendidik bisa saja memperkaya khasanah pengetahuanya dengan cara membuka
internet yang mampu mengusung informasi apa saja, atau dari
Koran/majalah/tabloid On Line. Justru dengan perangkat dunia maya inilah sebuah
pembelajaran yang handal mampu direalisasikan menuju The Smart Next Generation.
Apalagi
dalam pendidikan karakter yang bakal diusung oleh Disdikpora di masa mendatang,
kemampuan pendidik tersebut bakal turut membantu dalam upaya pendekatan
pendidik dengan peserta didik yang harus di-built up karakternya, baik di
tengah pembelajaran dalam dan di luar kelas. Apabila nilai plus telah dimiliki
oleh 2.607.311 pendidik yang tersebar di seluruh Indonesia, maka tidak
berlebihan bila capaian generasi pintar di masa depan akan diraih.
Penulis
Ir. Bambang Sukmadji Guru MA Futuhiyyah 1. Mranggen Demak. JATENG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar